Publik digembarkan dengan kejadian baru-baru ini terjadi yaitu kekerasan seksual oleh pengasuh panti asuhan di Tanggerang yang korbannya diperkirakan bisa mencapai 40 anak. Kejadian ini sudah di tangani Polres Metro Kota Tanggerang dan telah menetapkan Sudirman berumur 49 tahun, Yusuf Bachtiar berusia 30 tahun dan Yandi Supriyadi 28 tahun, Sudirman dan yusuf telah ditangkap polisi, sementara Yandi kini masih berstatus buron. Menariknya yusuf dan Yandi diduga merupakan korban pelecehan oleh suduriman yang kemudian berbalik menjadi pelaku.
Kronologi singkat yang terjadi adalah dimulai 20 tahun yang lalu Sudirman dan Yusmiati mendirikan panti asuhan yang melihat potensi dari temannya Sudirman mampu mengajar ngaji setelah banyak anak-anak disekitar banyak yang mau ngaji dengan Sudirman, yang kemudian dibentuk Panti Asuhan dan donasi banya berdatangan dari berbagai pihak.
Perbuatan pelaku yang menyimpang ini sudah lama dirasakan oleh warga sekitar karena pelaku acapkali memegangi tubuh anak-anak panti asuhan namun orang-orang beranggapan itu hal yang biasa sampai saat berita muncul perbuatan menyimpang ini telah lama dilakukan pelaku, sampai-sampai korban dari Sudirman kini menjadi pelaku bahkan anak dibawah umur ikut menjadi pelaku perbuatan menyimpang ini.
Secara global pandangan hukum terhadap tindakan ini sangat tegas dan tidak dapat ditolerir merupakan kejahatan serius Hampir semua negara memiliki undang-undang yang secara khusus melarang dan menjatuhkan hukuman berat bagi pelaku. Penyimpangan seksual terhadap anak merupakan kejahatan yang sangat keji dan harus ditindak tegas. Hukuman yang diberikan kepada pelaku harus bersifat setimpal dengan perbuatannya, sehingga dapat memberikan efek jera dan melindungi anak-anak dari bahaya serupa.
Anak di bawah umur belum memiliki kapasitas penuh untuk memberikan persetujuan Mereka masih dalam proses perkembangan fisik dan psikologis, sehingga tidak memiliki pemahaman yang matang tentang konsekuensi tindakan seksual sehingga akan terjadi Trauma jangka PanjangKorban akan sering mengalami trauma psikologis yang berkepanjangan, yang dapat memengaruhi kualitas hidup mereka secara signifikan.
Perbuatan ini telah melanggar Hak Asasi Manusia dikarenakan Tindakan ini merupakan pelanggaran serius terhadap hak-hak anak, termasuk hak atas perlindungan dari kekerasan dan eksploitasi seksual. Sebagai generasi emas bagi masa depan suatu negara anak merupakan asset berharga yang harus diberi Pendidikan moral dan kognitif yang baik.
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya tindak pidana kekerasan seksual oleh anak antara lain lingkungan sekitar, bacaan bernuansa pornografi, serta gambar, film, dan VCD porno yang beredar luas di masyarakat. Paparan ini dapat memicu rangsangan dan memberikan pengaruh negatif bagi mereka yang terpapar, terutama anak-anak usia remaja. Akibatnya, banyak terjadi penyimpangan seksual yang dapat berlanjut hingga dewasa, membentuk karakter yang menyimpang dan kurang memiliki moral yang baik
Pendekatan Penal dalam Mengatasi Tindak Penyimpangan Seksual pada Anak di Bawah Umur
Kebijakan hukum memegang peran penting dalam setiap kasus, baik dalam kebijakan pemberian sanksi sebagai upaya untuk menangani kejahatan seksual terhadap anak maupun dalam penanggulangan tindak pidana lainnya. Selain itu, kebijakan juga melibatkan peran dari berbagai elemen sebagai bentuk pencegahan, perlindungan, dan pemulihan korban tindak pidana, khususnya pada kasus kekerasan seksual terhadap anak.
Di Indonesia, perilaku penyimpangan seksual terhadap anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Undang-undang ini secara jelas dalam pasal 76 huruf D dan E melarang segala bentuk kekerasan seksual terhadap anak, termasuk pelecehan seksual, dan menetapkan hukuman pidana penjara yang cukup berat bagi pelakunya. Dalam beberapa tahun terakhir, kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan anak terus meningkat, sehingga mendorong upaya untuk memperkuat perlindungan hukum bagi anak korban kekerasan seksual.
Beberapa kebijakan penal yang telah dilakukan untuk melindungi anak dari ancaman penyimpangan seksual antara lain:
- Peningkatan sanksi pidana: Hukuman bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak terus ditingkatkan untuk memberikan efek jera.
- Penambahan jenis tindak pidana: Dilakukan perluasan jenis tindak pidana yang berkaitan dengan kekerasan seksual terhadap anak, seperti eksploitasi seksual anak dan produksi konten pornografi anak.
- Perlindungan saksi anak: Diberikan perlindungan khusus bagi anak yang menjadi saksi dalam perkara kekerasan seksual, seperti pemeriksaan khusus dan tidak dihadapkan langsung dengan pelaku.
- Pemulihan bagi korban: Diberikan upaya pemulihan bagi korban kekerasan seksual, baik secara fisik maupun psikologis.
Penanggulangan tindak kekerasan seksual melalui pendekatan penal adalah salah satu isu sosial yang perlu diselesaikan. Ini disebabkan oleh fakta bahwa kejahatan tidak selalu berdiri sendiri; sering kali, kejahatan dapat memicu atau menyebabkan kejahatan lain yang lebih serius. Saat ini, kejahatan tidak hanya menargetkan individu tertentu, tetapi bisa menimpa siapa saja, dengan potensi kerugian yang lebih besar.
Pendekatan Non-Penal dalam Mengatasi Tindak Penyimpangan Seksual pada Anak di Bawah Umur
Selain penegakan hukum, upaya pencegahan juga sangat penting. Pendidikan seks yang komprehensif, peningkatan kesadaran masyarakat, serta kerjasama antara berbagai pihak, seperti keluarga, sekolah, dan pemerintah, sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak. Perumusan kebijakan merupakan salah satu tahap penting pada pembentukan Kebijakan untuk konsern pada Upaya pencegahan yang tepat agar para predator-predator anak dan anak yang ikut terlibat dapat dibasmi dan disadarkan secepatnya dengan prinsip pemidanaan pada KUHP baru yaitu fungsi rehabilitasi pada korban dan pelaku penyimpangan seksual atau kekerasan seksual.
Melindungi anak adalah melindungi manusia, dan membangun manusia seutuh mungkin. Hal ini tercermin pada hakekat pembangunan nasional yaitu Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berbudi luhur. Mengabaikan masalah perlindungan anak berarti tidak akan memantapkan pembangunan nasional. Akibat tidak adanya perlindungan anak akan menimbulkan berbagai permasalahan sosial yang dapat mengganggu penegakan hukum, ketertiban, keamanan, dan pembangunan nasional.
Berikut adalah beberapa kebijakan non-penal yang dapat diterapkan:
- Edukasi Seksual yang Komprehensif
- Pendidikan Sejak Dini: Memberikan pemahaman dasar tentang tubuh, batas-batas pribadi, dan cara mengatakan “tidak” sejak usia dini.
- Program Edukasi di Sekolah: Mengintegrasikan pendidikan seks ke dalam kurikulum sekolah dengan cara yang sesuai usia dan perkembangan anak.
- Pelatihan untuk Orang Tua dan Guru: Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada orang tua dan guru untuk mendidik anak tentang seksualitas dengan cara yang sehat dan terbuka.
- Peningkatan Kesadaran Masyarakat
- Kampanye Sosialisasi: Melalui media massa, media sosial, dan acara komunitas untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya kekerasan seksual terhadap anak.
- Pembentukan Jaringan Pendukung: Membangun jaringan antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat umum untuk bekerja sama dalam pencegahan.
- Penguatan Sistem Pelaporan
- Hotline Pelaporan: Menyediakan hotline yang mudah diakses untuk anak dan masyarakat melaporkan kasus kekerasan seksual.
- Proses Pelaporan yang Ramah Anak: Memastikan proses pelaporan tidak traumatis bagi anak korban.
- Rehabilitasi Pelaku
- Program Rehabilitasi: Menyediakan program rehabilitasi bagi pelaku untuk mengubah perilaku dan mencegah terjadinya kekerasan berulang.
- Pemantauan Berkala: Melakukan pemantauan berkala terhadap pelaku setelah menjalani program rehabilitasi.
- Pemulihan Korban
- Konseling dan Terapi: Memberikan konseling dan terapi psikologis untuk membantu korban mengatasi trauma.
- Pendampingan Hukum: Memberikan pendampingan hukum bagi korban dan keluarga dalam proses hukum.
- Layanan Medis: Menyediakan layanan medis yang komprehensif bagi korban.
- Penguatan Peran Keluarga
- Program Bina Keluarga: Mengadakan program bina keluarga untuk meningkatkan kualitas hubungan dalam keluarga dan komunikasi antara orang tua dan anak.
- Konseling Keluarga: Menyediakan konseling keluarga untuk keluarga yang mengalami masalah terkait kekerasan seksual.
- Kolaborasi Antar Sektor
- Koordinasi Antar Lembaga: Meningkatkan koordinasi antara lembaga pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan sektor swasta dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual terhadap anak.
Kemudian perlu diketahui juga Aspek sosial, budaya dan emosional juga sangat dipengaruhi oleh pola asuh yang baik. Jika pada periode tumbuh kembang ini seseorang mengalami trauma psikologis misalnya; kekerasan fisik, pelecehan emosional, pelecehan psikologis atau pelecehan seksual maka tahap perkembangan mental, emosi akan menyebabkan perkembangan mental yang buruk.
Konsep Interpersonal dalam Penecegahan Perilaku Penyimpangan terhadap Anak
Karakter dan perilaku seksual anak-anak sebagian besar dibentuk oleh keterampilan komunikasi interpersonal orang tua dan anak-anak. Selain itu, komunikasi yang efektif akan menghadirkan gambaran atau perspektif tentang bahaya yang ditimbulkan oleh perilaku LGBtT sehingga anak dapat menentukan batasan mana yang menguntungkan atau merugikan dirinya. Orang tua juga dapat membimbing dan mendidik anaknya tentang penyimpangan seksual melalui komunikasi yang efektif. Para orang tua dapat segera mengetahui permasalahan anak-anak mereka, seperti penyimpangan seksual, berkat komunikasi ini, yang juga membantu mereka menemukan solusi atas permasalahan mereka.
Dalam komunikasi interpersonal, norma hubungan ditandai oleh keakraban. Keintiman ini memiliki lima ciri utama: kebersamaan; saling ketergantungan (di mana setiap pihak memberikan dan menerima dukungan, sumber daya, pemahaman, serta tindakan, dan semua pihak menyadari ketergantungan ini); kepercayaan; komitmen; dan saling menjaga. Perilaku dapat mempengaruhi lingkungan, begitu pula sebaliknya. Contohnya, cara anak-anak menggunakan media sosial. Mereka sering menonton tayangan yang menampilkan pria berperilaku tidak sesuai dengan stereotip gendernya, seperti bersikap anggun. Hal ini memberikan peluang bagi anak-anak untuk meniru perilaku serupa, yang dianggap tidak sesuai. Reaksi awal anak terhadap situasi ini mungkin terasa aneh, tetapi seiring waktu, mereka menjadi terbiasa dengan hal tersebut.
Efektivitas komunikasi serta hubungan antara komunikator dan komunikan menentukan keberhasilan komunikasi interpersonal. Anak-anak dapat berpartisipasi dalam komunikasi interpersonal jenis ini dengan memberikan umpan balik dan bertanggung jawab atas Tindakan mereka sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut, orang tua perlu lebih disadarkan akan perannya dalam mencegah perilaku LGBT pada anaknya dengan memberikan pemahaman yang efektif. Dalam hal pencegahan penyimpangan seksual LGBT, komunikasi interpersonal merupakan pendekatan yang paling tepat.
Adapun Langkah yang bisa dilakukan dalam komunisasi imterpersonal adalah :
- Keterbukaan (Open-Ess)
Komunikasi yang efektif tidak akan tercapai jika orang tua dan anak tidak mendapat dukungan keterbukaan sejak awal. Keterbukaan ini mencakup kesiapan untuk berinteraksi dengan orang lain dan memberikan tanggapan yang jujur terhadap berbagai rangsangan.
- Empati
Kemampuan berempati adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan apa yang dialami orang lain serta melihat masalah dari perspektif mereka. Biasanya, anak menginginkan empati dari orang tua saat menghadapi tantangan, dan sebaliknya.
- Dukungan
Secara khusus, melalui ekspresi nonverbal yang bersifat deskriptif, komunikasi dapat menjadi ruang di mana individu bebas mengekspresikan emosi dan bertindak secara spontan. Ini mencerminkan kemampuan seseorang untuk berkomunikasi secara spontan, memiliki pandangan ke depan, dan bersikap fleksibel. Kemampuan untuk berpikir terbuka dan kesediaan untuk berubah ketika diperlukan juga penting.
- Sikap Postif
Kehadiran sifat-sifat positif ini memperkuat hubungan interpersonal. Sikap positif dari orang tua terhadap anak, seperti memberikan kepercayaan dan mendukung kepercayaan diri mereka, sangat penting. Untuk mencegah perilaku LGBT, orang tua dan anak perlu menjaga sikap positif agar komunikasi di antara mereka dapat berlangsung dengan efektif.
- Kesetaraan
Kesalahpahaman dan ketidaksepakatan dapat dihindari ketika komunikator saling berbagi pengalaman dan menemukan kesamaan dalam percakapan mereka. Dibutuhkan kesetaraan dalam komunikasi, di mana tidak ada sikap atau pemisahan yang membedakan satu pihak dari yang lain. Hal ini membuat anak merasa nyaman menganggap orang tuanya sebagai teman saat berbagi cerita, termasuk ketika orang tua menggunakan komunikasi interpersonal untuk mendidik anak tentang risiko penyimpangan LGBT.
Penulis : Muhammad Ripai Harahap
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara